Penolakan Terhadap Kesenian Jaranan: Mengapa “Not Jaranan” Semakin Populer?

Posted on

Sebagai salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia, jaranan telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa Timur. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa dalam beberapa tahun terakhir, gerakan “not jaranan” atau penolakan terhadap kesenian jaranan kian meramaikan dunia seni. Mengapa fenomena ini semakin populer dengan gaya yang santai?

Awalnya, jaranan dianggap sebagai ekspresi budaya yang begitu kuat dan memiliki peran penting dalam menyatukan masyarakat setempat. Namun, seiring berjalannya waktu dan perubahan-perubahan di masyarakat, beberapa kalangan mulai merasa bahwa jaranan telah kehilangan esensinya. Seringkali, jaranan hanya dipertontonkan dalam suasana acara-acara tertentu, tanpa adanya pemahaman mendalam tentang nilai-nilai dan makna di baliknya.

Fenomena “not jaranan” menjadi suara bagi mereka yang ingin mengungkapkan perasaan ketidakpuasan mereka terhadap perkembangan jaranan modern. Dalam gaya penulisan jurnalistik yang bernada santai, mereka menggambarkan jaranan sebagai salah satu kesenian yang terbelenggu oleh komersialisasi, di mana penekanan pada aspek atraktif dan pertunjukan semata menjadi lebih dominan daripada pemahaman dan penghargaan akan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Penting untuk dicatat bahwa fenomena ini bukan semata-mata penolakan, namun juga suatu bentuk refleksi terhadap keadaan sosial dan budaya saat ini. Dalam suasana yang semakin global dan modern, kekhawatiran akan hilangnya identitas budaya menjadi salah satu jenis kegelisahan yang diungkapkan melalui gerakan “not jaranan”.

Tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan ini telah memicu diskusi yang sehat antara mereka yang mendukung dan menentang jaranan. Diantara mereka yang bersikeras untuk tetap berpegang pada tradisi, terdapat juga kelompok lain yang mencoba untuk menghidupkan kembali kesenian ini dengan cara yang lebih sesuai dengan zaman.

Meski kontroversial, “not jaranan” telah memberikan sumbangan positif dalam memotivasi masyarakat untuk mengkaji kembali akar budaya mereka. Banyak komunitas yang mulai mendalami aspek-aspek jaranan yang jauh lebih dalam daripada sekadar pertunjukan. Mereka berusaha menghidupkan kembali nilai-nilai dan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya, dengan harapan bahwa kesenian ini akan bertahan dalam menghadapi arus modernisasi yang terus bergerak maju.

Sebagai sebuah gerakan yang penting, “not jaranan” mendorong kita untuk terus mengkritisi dan merefleksikan perkembangan budaya kita sendiri. Meski terkadang fenomena ini dirasa kontroversial, kita tidak dapat mengabaikan pentingnya mempelajari dan memahami akar budaya kita. Melalui diskusi dan dialog terbuka, kita dapat mencapai solusi terbaik yang memadukan antara tradisi dan perkembangan zaman yang semakin pesat.

Apa itu Not Jaranan?

Not Jaranan adalah salah satu jenis notasi musik yang digunakan dalam seni budaya tradisional Jawa Timur, khususnya dalam kesenian Jaranan. Kesenian Jaranan sendiri adalah bentuk tarian yang dipadu dengan musik yang dimainkan oleh kelompok pengiring.

Not Jaranan atau juga dikenal sebagai notasi slendro adalah sistem notasi pada musik Jaranan yang digunakan untuk merepresentasikan melodi yang harus dimainkan oleh kelompok pengiring. Not Jaranan terdiri dari serangkaian tanda-tanda atau simbol yang memiliki arti dan makna tertentu dalam konteks musik Jaranan.

Not Jaranan berfungsi sebagai panduan bagi pemain musik untuk memahami, mempelajari, dan memainkan melodi-melodi yang ada dalam musik Jaranan. Dalam kesenian Jaranan, notasi tersebut digunakan dalam berbagai instrumen musik yang terdapat dalam kelompok pengiring, seperti kendang, gendang, kecrek, kenong, dan lain-lain.

Cara Not Jaranan

Untuk memahami cara not Jaranan, dibutuhkan pemahaman mengenai simbol-simbol dan tanda-tanda yang digunakan dalam notasi tersebut. Berikut adalah beberapa tanda-tanda yang sering digunakan dalam notasi Jaranan:

  • Da

    adalah notasi untuk nada dasar atau tonik pada skala slendro.

  • Ti

    adalah notasi untuk nada ketujuh pada skala slendro.

  • Do

    adalah notasi untuk nada pertama pada skala pelog.

  • Re

    adalah notasi untuk nada kedua pada skala pelog.

  • Mi

    adalah notasi untuk nada ketiga pada skala pelog.

  • Fa

    adalah notasi untuk nada keempat pada skala pelog.

  • Sol

    adalah notasi untuk nada kelima pada skala pelog.

  • La

    adalah notasi untuk nada keenam pada skala pelog.

Dalam not Jaranan, setiap not disertai dengan tanda pengatur tempo dan panjang durasi masing-masing not. Notasi juga bisa menggunakan beberapa bentuk tambahan, seperti titik atau garis horizontal di atas atau di bawah not. Semua tanda dan simbol tersebut memiliki arti dan fungsi tertentu dalam notasi Jaranan.

Penting bagi pemain musik Jaranan untuk memahami dan menguasai notasi ini agar dapat menghasilkan musik Jaranan yang baik dan sesuai dengan tradisi. Dengan mempelajari dan memainkan not Jaranan yang benar, maka kelompok pengiring dapat menghasilkan irama dan melodi yang harmonis dan enerjik dalam pertunjukannya.

FAQ (Frequently Asked Questions)

1. Apa arti dari not Jaranan?

Not Jaranan memiliki arti sebagai sistem notasi yang digunakan dalam musik Jaranan untuk merepresentasikan melodi-melodi yang harus dimainkan oleh kelompok pengiring.

2. Apa bedanya not Jaranan dengan notasi musik lainnya?

Not Jaranan merupakan jenis notasi khusus yang digunakan dalam musik Jaranan, sedangkan notasi musik lainnya umumnya digunakan dalam musik-musik pada umumnya.

3. Apakah sulit untuk mempelajari not Jaranan?

Memahami dan menguasai not Jaranan memang membutuhkan waktu dan latihan yang cukup. Namun, dengan tekad dan ketekunan, siapapun dapat mempelajarinya.

Setelah memahami dan menguasai not Jaranan, anda dapat bergabung dengan kelompok pengiring Jaranan atau bahkan mengajarkan notasi ini kepada orang lain. Dukunglah seni budaya tradisional ini dengan memperkenalkan musik Jaranan kepada orang-orang di sekitar Anda. Mari lestarikan kekayaan budaya kita!

Noah
Mengarang buku dan berbicara tentang ilmu. Dari kata-kata di halaman hingga pidato di panggung, aku mengejar pengetahuan dan komunikasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *