Lukas 20:27-40: Kucing-kucingan Antara Agama, Pernikahan, dan Kebangkitan

Posted on

Manusia sejak dulu kala memiliki kecenderungan untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penting dalam hidup. Begitu pula dengan para ahli kitab pada waktu itu. Mereka datang kepada Yesus dengan pertanyaan yang membuat setiap orang membelalakkan mata. Lukas 20:27-40 membawa kita kepada perdebatan menarik antara kaum Saduki dan Yesus mengenai kehidupan setelah kematian.

Senyum berkilau semakin melebar di wajah Yesus saat pertanyaan yang diajukan terkait dengan perkawinan. Kaum Saduki mengemukakan kasus kehidupan setelah mati dengan suatu situasi konyol; jika seorang perempuan menikah beberapa kali dan tak pernah memiliki anak, kepada siapa dia akhirnya akan menjadi istri saat kebangkitan terjadi?

Dalam gaya jurnalistik yang santai ini, bolehkah kita katakan bahwa Yesus mendudukkan mereka di kursi panas? Ia menyentil mereka dengan berbicara tentang dua hal yang sangat penting: ketidakpahaman mereka terhadap Alkitab dan ukuran kebijakan Tuhan.

Sambil memandang ke arah mereka, Yesus dengan lembut menjelaskan bahwa dalam kehidupan setelah mati, pernikahan tak lagi ada. Para pahlawan iman yang sudah meninggal menjadi layaknya malaikat, yang bebas dari batasan perkawinan duniawi. Ia mahir memainkan kata-kata, dengan cerdik menumpahkan hukum dan peraturan mereka di atas meja debat, sambil membangun fondasi tindakan Tuhan yang mahatahu.

Di akhir perdebatan ini, tidak ada lagi yang berani menantang Yesus. Lukas 20:27-40 mengungkapkan tidak hanya kebijaksanaan ajaran Yesus, tetapi juga gaya retoris-Nya yang memesona. Yesus tak hanya membuktikan bahwa kehidupan setelah mati bukan tentang menikah atau memiliki pasangan, tetapi tentang memperoleh kehidupan yang kekal bersama Sang Pencipta.

Artikel ini menjadi pengingat bagi kita untuk tidak terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan dunia yang tak berujung. Lebih baik kita fokus pada hidup dengan bijak di dunia ini, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang akan datang setelahnya. Seperti Yesus, mari kita memegang teguh nilai-nilai kita tanpa kehilangan kemampuan untuk melihat jauh ke depan.

Saran Praktis:
1. Mengenali pentingnya memahami Alkitab secara menyeluruh, agar kita tidak menyesatkan diri dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak terpercaya.
2. Menggali lebih dalam mengenai ajaran Yesus dan prinsip-prinsip-Nya, agar kita dapat dengan bijak menjalani hidup ini dan mempersiapkan diri untuk kehidupan yang akan datang.
3. Selalu mengingat bahwa Tuhan memiliki rencana yang lebih besar dan tersembunyi. Mari mempercayai dan memperlakukan hidup ini sebagai anugerah yang berharga.

Dalam kesimpulan artikel ini, ada satu hal yang menjadi pelajaran berharga yang bisa kita dapatkan dari Lukas 20:27-40. Kita tidak boleh terjebak dalam debat yang tak ada ujungnya, melainkan kita harus berfokus pada kehidupan yang bijak dan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati yang kekal.

Apa itu Lukas 20:27-40?

Lukas 20:27-40 adalah sebuah pasal dalam Injil Lukas, yang merupakan salah satu kitab dalam Perjanjian Baru dalam Alkitab Kristen. Pasal ini berisi catatan mengenai pertanyaan para penguasa agama tentang kebangkitan orang mati kepada Yesus.

Penjelasan Lukas 20:27-40

Pada waktu itu, datanglah beberapa orang yang merupakan orang-orang Saduki, yaitu golongan yang tidak percaya akan kebangkitan dari orang mati, kepada Yesus dengan maksud untuk mencobai-Nya. Mereka bertanya kepada-Nya, “Guru, Musa telah menuliskan dalam hukum bahwa apabila suatu orang mati tanpa meninggalkan anak, maka saudaranya yang wajib kawin harus mengambilnya menjadi isterinya dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Ada tujuh orang bersaudara; yang sulung mengambil seorang isteri, tetapi mati tidak meninggalkan anak. Kemudian saudaranya yang kedua mengambil perempuan itu menjadi isterinya, yang sama halnya yang ketiga. Demikianlah keadaan ketujuhnya, yaitu tidak meninggalkan anak dan mati pula. Terakhir dari semua itu, perempuan itu sendiri juga mati. Pada kebangkitan, apakah perempuan itu menjadi isteri bagi salah seorang dari mereka itu? Sebab ketujuhnya telah mengambil dia menjadi isterinya.”

Pertanyaan ini sebenarnya merupakan cara orang Saduki untuk mengejek ajaran kebangkitan orang mati. Mereka ingin menunjukkan bahwa ajaran ini mustahil dan tidak logis. Namun, Yesus dengan bijaksana menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Dia mengatakan, “Anak-anak dunia ini kawin-mengawini dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam kehidupan yang kekal dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, mereka itu tidak lagi kawin-mengawini; sebab mereka tidak dapat mati lagi, karena mereka sama dengan malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah karena mereka adalah anak-anak kebangkitan.”

Jawaban Yesus ini mengajarkan bahwa di dalam kehidupan yang kekal, tidak ada perkawinan sebagaimana yang biasa dilakukan di dunia ini. Kehidupan yang kekal adalah kehidupan yang terlepas dari batasan fisik dan temporal. Selanjutnya, Yesus menyatakan bahwa Allah adalah Allah orang hidup dan bahwa semua yang hidup hidup bagi-Nya. Dia mengatakan bahwa bahkan Musa, dalam peristiwa di semak duri, menyebut Allah sebagai “Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub”. Dengan demikian, Yesus menunjukkan bahwa Abraham, Ishak, dan Yakub hidup bagi Allah, bahkan setelah mereka meninggal dunia.

Melalui jawabannya, Yesus mengejek argumen orang Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan orang mati. Dia mengungkapkan bahwa mereka salah memahami ajaran Taurat dan kuasa Allah. Dia menjelaskan bahwa di dalam kehidupan yang kekal, tidak ada lagi perkawinan dan bahwa Allah bukan Allah para mati, tetapi Allah orang hidup.

Cara Memahami Lukas 20:27-40

Untuk memahami Lukas 20:27-40 dengan lebih baik, kita perlu melihat konteksnya dalam keseluruhan pasal 20 Injil Lukas. Pasal ini dimulai dengan catatan mengenai otoritas Yesus yang dipertanyakan oleh para imam kepala, ahli-ahli Taurat, dan tua-tua bangsa. Mereka mendatangi Yesus dan menanyakan darimana asal otoritas-Nya dalam mengajar dan melakukan mujizat-mujizat.

Setelah itu, Yesus menceritakan suatu perumpamaan mengenai penggarap-penggarap yang jahat untuk menggambarkan penerimaan-Nya sebagai Mesias oleh umat Allah yang dipilih-Nya. Setelah perumpamaan itu, orang Saduki pun datang kepada Yesus dengan tujuan untuk mencobai-Nya tentang kebangkitan orang mati. Selanjutnya, Yesus menjawab pertanyaan mereka dengan bijaksana seperti yang telah kita bahas sebelumnya.

Dari konteks keseluruhan pasal, kita dapat melihat bahwa arti Lukas 20:27-40 adalah bagian dari upaya para pemimpin agama untuk menggagalkan dan mencobai Yesus. Mereka ingin menyingkirkan-Nya melalui pertanyaan-pertanyaan yang mereka anggap sebagai tantangan bagi ajaran-Nya.

FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Mengapa orang Saduki tidak percaya akan kebangkitan orang mati?

Orang Saduki tidak percaya akan kebangkitan orang mati karena mereka hanya mengakui Taurat (Pentateukh) sebagai otoritas tertinggi dalam agama Yahudi. Dalam Taurat, tidak ada pengajaran yang jelas mengenai kebangkitan orang mati, sehingga mereka meragukan ajaran ini.

2. Apa pesan yang ingin Yesus sampaikan melalui jawabannya kepada orang Saduki?

Yesus ingin menyampaikan kepada orang Saduki bahwa mereka keliru dalam memahami ajaran Taurat dan kuasa Allah. Dia ingin menunjukkan bahwa di dalam kehidupan yang kekal, tidak ada lagi perkawinan dan bahwa Allah bukan Allah para mati, tetapi Allah orang hidup.

3. Bagaimana Lukas 20:27-40 relevan bagi kita hari ini?

Lukas 20:27-40 relevan bagi kita hari ini karena mengajarkan kepada kita bahwa kehidupan yang kekal tidak terikat oleh batasan-batasan dunia ini. Ajaran ini mengingatkan kita bahwa tujuan kita sejati bukanlah mencari kepuasan semata di dunia ini, tetapi untuk hidup bagi Allah dalam kehidupan yang kekal.

Kesimpulan

Lukas 20:27-40 memberikan penjelasan mengenai pertanyaan orang Saduki tentang kebangkitan orang mati. Yesus dengan bijaksana menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dengan mengungkapkan kesalahan pemahaman mereka tentang ajaran Taurat dan kuasa Allah. Dia menekankan bahwa di dalam kehidupan yang kekal, tidak ada lagi perkawinan dan bahwa Allah bukan Allah para mati, tetapi Allah orang hidup.

Ajaran ini relevan bagi kita hari ini karena mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang kekal dan mengingatkan kita untuk hidup bagi Allah dalam segala hal. Mari kita terus memperdalam pemahaman kita tentang Firman Tuhan dan menerapkan prinsip-prinsip-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita dapat mengalami transformasi hidup yang lebih baik dan meraih hidup yang kekal bersama-Nya.

Eros
Menulis buku dan menyelidiki ilmu pendidikan. Antara penulisan dan penelitian, aku menciptakan wawasan dan penerangan dalam tulisan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *