Bagi kalian yang berprofesi sebagai guru, pastinya akan dihadapkan dengan kewajiban membuat kurikulum dari suatu mata ajar. Apa itu kurikulum? Menurut Shao-Wen Su dalam buku berjudul “The Various Concepts of Curriculum and the Factors Involved in Currivula-making,” kurikulum sebagai pendidikan merujuk terhadap proses pemilihan isi yang akan dijadikan sebagai bahan pembelajaran.
Kemudian, bagaimana cara membuat kurikulum itu sendiri? Terdapat berbagai macam langkah yang bisa dilakukan dalam menciptakan sebuah kurikulum. Ada yang dapat menciptakan kurikulum hanya dengan empat langkah, enam langkah, dan hingga 10 langkah. Berikut ini adalah penjelasannya.
Pembuatan kurikulum dengan empat langkah
Proses pembuatan kurikulum dengan empat langkah ini diciptakan oleh Peyton dan Peyton (1998). Pertama dimulai dengan melakukan penilaian kebutuhan terhadap siapa yang akan diajarkan. Lalu yang kedua, kebutuhan tersebut diubah menjadi sebuah desain kurikulum. Setelah selesai dibuat, desain tersebut diimplementasikan. Lalu yang terakhir adalah dilihat hasil keluaran dari kurikulum tersebut. Namun, dalam proses yang dibuat ini merupakan sebuah siklus. Artinya, keluaran yang telah dihasilkan tersebut akan dilihat hasilnya dan di analisa kembali. Hasilnya akan
dijadikan dasar untuk melakukan penilaian ulang atas kebutuhan yang ada.
Kelemahan dari model pembuatan kurikulum ini adalah pada segi desain kurikulumnya. Pada empat langkah ini, proses pendesainan tidak begitu spesifik. Terlebih, proses pembuatan tujuan belum diterapkan pada model ini. Oleh karena itu, kurikulum yang didesain hanya untuk memenuhi kebutuhan saja tetapi tidak jelas tujuannya.
Misalnya, di dalam pembuatan kurikulum untuk mengajarkan tentang pertolongan pertama di Unit Korps Suka Rela (KSR) PMI. Para anggota KSR tidak memiliki kemampuan pertolongan pertama sehingga mereka menyiapkan kurikulum mengenai cara CPR (Cardiopulmonary Resuscitation). Namun, disini belum diperhatikan apa tujuan dari pembelajaran tersebut. Sehingga, tujuan dari belajar tersebut belum jelas. Ketika mereka belajar mengenai CPR, mereka tidak mengetahui untuk apa sebenarnya mereka belajar mengenai hal tersebut.
Pembuatan kurikulum dengan enam langkahYang kedua adalah enam langkah yang disajikan oleh David E. Kern (2014). Perbedaan dari model proses pembuatan kurikulum ini dengan yang lainnya adalah pada bagian penilaian dan desain. Pada bagian penilaian, Kern membagi menjadi dua yaitu identifikasi kebutuhan secara umum, dan penilaian kebutuhan yang telah ditargetkan. Dari segi desain, ia memecahnya menjadi dua pula. Pembagian tersebut menjadi perencanaan tujuan dan pembuatan strategi. Namun secara umum, kedua model ini hampir sama. Hanya saja model dengan enam langkah ini lebih rinci lagi dalam penjelasannya.
Kekurangan dari model pembuatan kurikulum ini adalah tidak ada pengujian relevansi dari materi yang diberikan. Peningkatan pada model ini adalah adanya tujuan yang jelas dari metode pembelajaran. Hanya saja tujuan tersebut masih belum diterjemahkan menjadi sesuatu yang bisa dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari.
Contohnya adalah dalam pembuatan kurikulum mengenai cara memasarkan produk dengan baik. Dengan menggunakan model pembuatan kurikulum ini diajarkan cara agar produk dikenal oleh banyak orang. Tujuan dari kurikulum pun sudah jelas. Hanya saja, kekurangannya adalah materi yang disampaikan masih belum melihat relevansi di dunia nyatanya. Ketika di dalam materi di sampaikan bahwa salah satu cara untuk memasarkan adalah dengan menggunakan internet. Namun, ketika yang diajarkan adalah para peserta didik dari pedalaman daerah, di mana infrastrukturnya belum tersedia, maka materi yang disampaikan menjadi tidak bermanfaat.
Pembuatan kurikulum dengan 10 langkah
Yang terakhir adalah model pembuatan kurikulum 10 langkah dari Butler, Heslup, dan Kurth (2014).
Secara umum, model 10 langkah ini hampir sama dengan dua model sebelumnya. Hanya saja model ini menambahkan beberapa langkah setelah proses desain kurikulum. Tambahannya adalah uji coba tugas (test task), penentuan bahasa dan kemampuan untuk pembelajaran (language and skills), penentuan waktu (sequence), dan terakhir adalah persiapan materi (materials).
Kekurangan dari metode ini adalah kurangnya keterkaitan antara aspek yang satu dengan yang lainnya. Apabila di model enam langkah antara proses implementasi dan proses perumusan materi, pada model ini cenderung lebih mengikuti arus/linear. Sehingga untuk melakukan evaluasi baru bisa terjadi di akhir saja. Namun, kelebihan dari model ini adalah pembuatan materi kurikulum dites terlebih dahulu agar bisa sesuai dan relevan dengan realitas di lapangan.
Contohnya adalah dalam pembuatan kurikulum mengenai cara bertani padi yang efektif. Materi tidak hanya disusun dan diperbaharui dengan perkembangan teknologi, tetapi juga melalui pertimbangan ketersediaan sumber daya yang diperlukan. Jadi, ketika di dalam materi dijelaskan bahwa untuk menanam padi yang baik diperlukan sebuah traktor, maka ketika akan diterapkan bisa dilaksanakan. Karena traktor tersebut memang tersedia.
Ada berbagai macam model dalam proses pembuatan kurikulum. Dalam memilih model mana yang akan dipakai, harus kembali lagi kepada pembuatnya. Bagaimana konteksnya dan situasinya, kemudian dapat disesuaikan model mana yang akan dipakai untuk mencapai tujuan seefektif mungkin. Semakin banyak langkah yang dipergunakan, maka semakin mendalam dan baik hasil dari pembuatan kurikulum tersebut. Di Indonesia pun, model-model ini dipergunakan. Hasilnya, sendiri adalah perubahan-perubahan yang terjadi terhadap kurikulum di Indonesia yang terus diperbaharui.