Walaupun pemerintah secara resmi telah mengumumkan kalo Ibu Kota Negara Republik Indonesia akan segera pindah ke Kalimantan. Tapi sampe dengan saat ini, Jakarta masih resmi tercatat sebagai Ibu Kota negara kita semua, Indonesia. Makanya, sebelum status Ibu Kota copot dari Jakarta, rasanya tak salah lah yaa jika saya menulis tentang hal ini wkwwk.
Sebagai kota Megapolitan, bisa dikatakan kalo di Jakarta ini semuanya serba ada. Apapun yang kita dibutuhkan tersedia di Kota ini. Hingga pada akhirnya, orang-orang dari berbagai penjuru Indonesia berbondong-bondong menambah kesesakan kota ini. Tujuannya sederhana sih, ingin mecari peruntunganya untuk mengadu nasib. Siapa tau kan beruntung…
Dilansir dari kompas.com, Pada 2015 lalu jumlah penduduk Jakarta mencapai 9,7 juta jiwa pada malam hari. Sedangkan pada siang hari, jumlahnya meningkat menjadi 11,5 juta jiwa. Dari mana tambahannya itu? Sekitar 3 juta penduduk Jakarta di siang hari merupakan warga yang tinggal di kota-kota tetangganya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sehingga munculah istilah JABODETABEK yang merupakan kepanjangan dari kota-kota tersebut.
Dari bejibunnya penduduk Jakarta tersebut kita bisa melihat kalo ternyata ada orang-orang yang sangat kaya raya dan ada juga yang sangat miskin. Kesenjangan itu terlihat sangat jelas disetiap sudut kota Jakarta. Ada yang rumahnya bak istana dan banyak juga yang hanya terbuat dari kardus. Ada yang memakai baju yang Branded dengan harga jutaan, namun tak sedikit juga yang baju seadanya. Ada yang selalu terlihat makan di restoran mewah dan banyak juga diantara meraka yang makan dari tempah sampah. Fenomena sosial seperti ini selalu menghiasi siapapun yang hidup di Kota ini.
Dampak negatif dari itu semua yaitu Jakarta terlihat seperti kota yang menakutkan. Kenapa? Karena ia siap menerkam siapa saja yang lengah. Kejahatan seolah-olah engga pernah absen yang riuk pikuknya kota ini. Makanya engga heran kalo sebagian orang beranggapan bahwa Ibu Kota ini lebih kejam daripada ibu tiri. Sebab kan biasanya ibu tiri itu diidentikan dengan ibu yang jahat ya, walaupun sebenernya engga semuanya sih. Nah Jakarta itu lebih jahat katanya dari ibu tiri wkwk.
Pengalaman pribadi aja nih. Selama hampir 3 tahun di tinggal Jakarta, Alhamdulillah sudah pernah hilang 1 smartphone, 1 sepedah, 3 helm, dan sepasang sepatu wkwkw. Alhamdulillah yaa. Gapapalah insya Allah jadi tabungan buat nanti di akhirat :’).
Tapi sebenernya mah karena saya tinggal di Jakarta juga lah justru pintu-pintu rizki saya terbuka lebar. Yang mana mungkin kalo saya gak ada di Jakarta mah belum tentu tuh rezeki-rezeki yang Allah titipkan itu bisa seperti sekarang ini. Tsk kalah pentingnya, disini juga sangat melimpah tuh sumber-sumber ilmu. Baik itu ilmu agama, ilmu bisnis, dan berbagaimacam lainnya begitu bertebaran dimana-mana.
Lantas, sebenernya apa sih yang salah dengan kota ini? Sampe orang-orang beranggapan bahwa Ibu Kota itu lebih kejam daripada ibu tiri? Mari kita simak hal-hal berikut ini yaa sebelum kita menyimpulkan lebih jauh okkaaayy!!!
baca juga: Gimana agar saya bisa bahagia?
Daftar Isi
1. Dimanapun Tempatnya, Sebenernya Kamulah yang Menentukan Pilihannya
Sebenernya Jakarta itu engga salah apa-apa sih kalo menurut saya. Bukan karena saya asli orang Jakarta terus bermaksud untuk mebela kota ini. Tapi mari kita lihat dengan pikiran yang jernih. Jika diibaratkan sebuah rumah, maka tentu saja kita butuh sebuah pintu untuk bisa memasuki rumah tersebut.
Nah begitu juga dengan Jakarta. Kita mau masuknya lewat pintu yang mana. Itu adalah hak preogratif kita. Yang pasti setiap pintu punya kelebihan dan konsekuensinya masing-masing. Pilihannya bisa baik ataupun sebaliknya. Itu tergantung dari kita mau masuk lewat pintu yang mana.
Ada cerita menarik dari Ulama kita semua, Buya Hamka. Jadi suatu harri ada seorang lelaki bersilaturahmi ke Buya Hamka. Kepada beliau, dengan gemas dan menggebu dia bercerita. “Subhanallah Buya”, ujarnya. “Sungguh saya tidak menyangka. Ternyata pelacur di Makkah itu memakai cadar dan hijab. Kok bisa ya Buya? Ih. Ngeri.”
“O ya?”, sahut Buya Hamka. “Saya baru saja dari Los Angeles dan New York. Dan masyaallah, ternyata di sana tidak ada pelacur.”
“Ah mana mungkin Buya, di Makkah saja ada kok. Apalagi di Amerika, pasti lebih banyak lagi,” kata seorang tamunya itu.
“Kita memang hanya akan dipertemukan, dengan apa-apa yang kita cari.” tukas Buya dengan senyum teduhnya.
“Meski pergi ke Makkah, tapi jika yang diburu oleh hati kita memang adalah hal-hal buruk, syaithan dari golongan jin maupun manusia takkan kekurangan cara untuk membantu kita mendapatkannya.”
“Dan meski safarnya ke Los Angeles dan New York, jika yang dicarinya adalah kebajikan, maka segala kejelekan akan enggan dan bersembunyi.”
“Maka mari mengisi hati kita dengan prasangka baik, harapan baik, keinginan baik, dan tekad untuk menjadi lebih baik.”
“Sebab jika hati senantiasa berniat baik; Allah akan pertemukan kita dengan hal yang baik, orang-orang baik, tempat yang baik, atau setidaknya peluang dan kesempatan berbuat baik.” Tutup Buya Hamka
Nah dari cerita tersebut dapat kita simpulin bahwa sebenernya mau dimanapun tempatnya. Selama yang kita cari adalah hal-hal yang baik, maka kita pun akan ketemu dengan hal-hal yang baik juga. Jadi mulai sekarang, berhenti yaa ngata-ngatain Jakarta dengan sesuatu yang engga-engga :)).
2. Mungkin Yang Membuat Jakarta Kejam Adalah Karena Kamu Salah Bergaul
Engga bisa dipungkiri kalau teman mempunya dampak yang signifikan bagi kehidupan seseorang. Bahkan Rasulullah menganalogikan kalo kita berteman dengan seorang pandai besi kitapun akan kecipratan baunya. begitupun saat kita berkawan dengan penjual minyak wangi, maka kita pun akan ketularan bau harumnya.
Nah bisa jadi orang-orang yang menyimpulkan kalo Jakarta lebih kejam daripada ibu tiri itu adalah orang-orang yang memang salah memilih teman dalam bergaul. Sebab sebenrnya di Jakarta ini sangat banyak orang-orang baik. sangat banyak temat-tempat yang baik. Masalahnya, sudah sejauh mana kita mencarinya?
3. Jakarta Akan Sangat Kejam Jika Gaya Hidupmu Borju
Nah yang terakhir adalah berkaitan dengan gaya hidup. Sebenernya kan yang membuat seseorang susah itu adalah gaya hidup yang terlalu berlebih-lebihan. Dimana kita pengen keliatan wah didepan temen-temen kita.
Padahal jika kita hidup seadanya mah Jakarta engga sekejam yang dibayangkan ko. Disini juga masih ada warteg-warteg yang harganya masih bersahabat dengan mahasiswa seperti saya. jadi engga perlu tuh kalo makan kita mesti ke restoran-restoran mewah. Kosan juga diperhtiin ya, jan terlalu mewah-mewah lah karena kosan itu cuma tempat tidur aja wkwk. Intinya mah saya titip, perhatiin yaa gaya hidupnya hehe.
Percayalah teman-teman, Jakarta itu tak sekejam yang dikira oleh banyak orang ko. Masih banyak orang-orang dan tempat baik yang ada disini. Jangan hanya menyimpulkan dari hanya ‘apa kata orang’, sebab itu kurang fair.
Terus setop juga ya menyimpulkan Jakarta Lebih Kejam Daripada Ibu Tiri. Sebab pada kenyataannya engga seperti itu ko. Jadi bagi kamu yang sudah ada niatan untuk merantau ke Jakrata. Tak perlu risau dan jangan khawatir. Jakarta tak sekejam itu ko :)). (ID)